PENDAHULUAN
Kota Wonosobo yang terletak kurang lebih 120 kilometer dari Semarang sebagai ibukota propinsi, memang menyimpan banyak potensi wisata, baik wisata alam maupun wisata boga. Wisata alam yang dapat dikunjungi antara lain Candi Hindu Pendawa Lima yang dibangun pada abad kesembilan, kawah Dieng yang sampai sekarang masih aktif, Telaga Warna dan Telaga Balaikambang. Selain itu kita juga bisa menemui anak-anak berambut gimbal sejak lahir.
Sedangkan wisata boga yang ditemui juga tak kalah menarik. Di sana kita bisa menemui berbagai camilan khas Wonosobo seperti kacang koro, kripik jamur, dendeng, bahkan purwaceng (Pimtinella pruacen), yang dikenal sebagai obat kuat (viagra) lokal. Kemudian yang paling khas di Wonosobo adalah Carica. Carica adalah buah semacam pepaya, yang disajikan dalam campuran sirup, dan dikemas dalam botol serupa botol selai.
Buah carica masuk dalam keluarga pepaya. Bedanya, jika pepaya biasa lebih dikenal sebagai tumbuhan tropis yang memerlukan banyak panas dan matahari, maka carica termasuk keluarga pepaya yang hanya bisa tumbuh di tempat tinggi, memerlukan temperatur yang cukup dingin, dan banyak hujan. Kondisi tersebut sangat cocok dengan iklim Dataran Tinggi Dieng di Wonosobo. Nama latin buah carica ini adalah Carica Pubescens atau Carica Candamarcensis, atau kadang dikenal sebagai Mountain Papaya, atau di antara penduduk setempat dikenal sebagai gandul Dieng.
Menjadi petani buah carica tidak terlalu sulit, karena usia pohon carica yang relatif panjang, bisa sampai 20 tahun bahkan lebih. Pohon carica yang saat ini dipanen oleh petani di Pegunungan Dieng sudah ditanam sejak tahun 1980an. Kurang lebih satu tahun setelah dipanen, pohon carica tersebut sudah bisa menghasilkan buah yang baik. Jika mutu buah sudah mulai menurun, biasanya setelah enam bulan, petani tinggal memangkas pohon tersebut. Dari pucuk-pucuknya akan tumbuh tunas baru yang segera menghasilkan buah yang lebih baik.
Proses pemasakan carica oleh semua produsen adalah serupa, bahkan serupa juga dengan pemasakan buah lain dalam sirup, seperti buah salak, mangga dan nanas. Oleh karena itu, untuk bisa bertahan dalam bisnis tersebut, mereka bersaing dalam hal harga dan rasa. Karena kemudahan-kemudahan inilah, maka sampai saat ini di Wonosobo terdapat kurang lebih 20 industri kecil yang memproduksi buah carica.
ASPEK PEMASARAN
Pengolahan buah carica menjadi buah carica dalam sirup sudah dimulai sejak tahun 1980-an. Bahkan di Wonosobo juga pernah berdiri PT. Dieng Jaya, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang industri pengalengan buah-buahan agro (hortikultura) dan jamur merang (champignon), dengan jumlah pegawai antara 3200-3500 orang. Dengan produksi sekitar 1,5 juta ton jamur segar per tahun, PT. Dieng Jaya waktu itu merupakan produsen jamur terbesar di dunia. Bandingkan dengan total produksi jamur segar dari Amerika Serikat, Eropa dan Asia yang hanya sekitar 1,3 juta ton per tahun.
Akan tetapi karena terus menerus mengalami defisit sejak tahun 1995, akhirnya PT. Dieng Jaya berhenti beroperasi pada tahun 2003. Pengaruh penutupan PT. Dieng Jaya tidak hanya berpengaruh pada lebih dari 3200 keluarga karyawan yang mendadak kehilangan pekerjaan, tetapi juga pada sekitar 700 keluarga petani plasma yang bekerja sama dengan perusahaan ini menggunakan pola inti rakyat (PIR).
Setelah PT. Dieng Jaya tidak beroperasi lagi, para agen dan toko-toko yang menjual produk buah carica dalam sirup menjadi kesulitan mencari bahan pasokan. Permintaan pasar yang cukup besar ini kemudian ditanggapi oleh para produsen industri kecil di Wonosobo dan sekitarnya. Saat ini diketahui ada sekitar 20 produsen buah carica dalam sirup di Wonosobo. Sedangkan jumlah petani sulit diketahui secara pasti karena setiap petani di Pegunungan Dieng pasti memiliki pohon carica. Ini disebabkan karena pohon carica sangat mudah ditanam, berselang-seling dengan tanaman-tanaman lain seperti kentang, kacang-kacangan, dan lain sebagainya.
Permintaan komoditas buah carica di setiap pelaku usaha akan diuraikan selengkapnya pada bagian berikut ini.
PETANI CARICA
Permintaan buah carica yang dipanen oleh para petani carica berasal dari para pengusaha industri rumah tangga buah carica dalam sirup. Dari wawancara dengan para petani carica, rata-rata para petani carica dapat memetik 4-5 kuintal buah carica per minggu, yang dibagi dalam dua kali pengiriman kepada pelanggan. Rata-rata setiap petani memiliki 1-5 orang pelanggan tetap. Beberapa petani langsung mengirimkan buah carica tersebut kepada pelanggan, dan sisanya lebih suka menjualnya dulu kepada pengepul, tetapi jumlahnya tidak banyak. Ini disebabkan karena jika mereka menjual langsung kepada pelanggan, yaitu para produsen, harganya akan lebih tinggi dibandingkan jika mereka menjualnya melalui pengepul.
Jika harga per kilogram buah carica dari petani adalah sebesar Rp.1.750,00, maka setiap minggunya rata-rata seorang petani bisa memperoleh pendapatan kotor kurang lebih sebesar Rp.700.000,00 sampai Rp.875.000,00. Jika si petani sudah memiliki mobil bak terbuka, maka untuk satu kali pengiriman, biaya yang diperlukan hanya sebesar Rp.150.000,00, yaitu untuk biaya kuli dan bahan bakar. Dengan demikian, setiap minggunya seorang petani bisa mendapatkan Rp.550.000,00 sampai Rp.625.000,00 per minggunya. Untuk waktu-waktu tertentu, harga per kilogramnya bisa naik menjadi Rp.2.000,00, sehingga pendapatan petani bisa lebih banyak lagi.
Yang unik adalah cara pembayaran para pengusaha kepada para petani. Kadang-kadang, pembayaran memang dilakukan secara tunai. Tapi di lain waktu, pengusaha membayar petani dalam bentuk pinjaman barang. Misalnya jika petani ingin membeli pupuk, bibit, atau bahkan lemari es dan parabola, maka pengusaha akan menalangi pembelian terlebih dahulu. Setelahnya, para petani akan membayar cicilan dengan buah carica. Dasarnya hanya saling percaya, dan sejauh ini tidak pernah ada masalah. Salah satu hal yang mendasari pola ini adalah karena para petani belum mengenal bank. Dengan demikian, potensi menabung para petani ini sangat besar.
PRODUSEN
Tidak semua produsen carica beroperasi setiap hari. Beberapa dari mereka hanya berproduksi dua atau tiga hari sekali. Hari-hari lain digunakan untuk memproduksi makanan lain yang juga merupakan makanan khas dari Wonosobo, seperti kripik jamur, kacang koro, dan lain sebagainya. Padahal dari wawancara dengan responden diketahui bahwa permintaan yang masuk cukup banyak. Dari hasil wawancara dengan responden yang cukup beruntung dapat berproduksi setiap hari, diketahui bahwa mereka dapat menghasilkan 1000 botol per harinya, dan tetap belum dapat memenuhi semua kebutuhan pelanggan.
Sebagai gambaran, salah seorang responden baru bisa menyediakan 450 box carica dari 2000 box yang sebetulnya dibutuhkan oleh pelanggannya dari Surabaya, yang memasok kebutuhan carica di Jawa Timur dan Bali (1 box berisi 12 botol carica). Kemudian secara rutin responden tersebut juga mengirim buah carica ke Semarang dan Yogyakarta, masing-masing dua kali dalam sebulan, sebanyak 100 botol, yaitu jumlah maksimal yang termuat dalam satu mobil box. Setiap bulan, responden tersebut juga masih harus memasok kurang lebih 20 toko yang ada di Wonosono dan sekitarnya, masing-masing kurang lebih 50 box per toko, di samping penjualan yang langsung dilakukan oleh pengusaha kepada pelanggan.
Sedangkan permintaan yang semakin meningkat menjelang hari raya sebanyak dua kali per tahun belum bisa terlayani. Demikian juga permintaan dari Jawa Barat dan Jakarta belum bisa terlayani.
ASPEK TEKNIS DAN PRODUKSI
Pohon carica termasuk pohon yang mudah sekali ditanam dan dipelihara. Buahnya mirip pepaya karena memang berasal dari satu keluarga. Berwarna kehijauan, atau kekuningan jika sudah cukup matang, hanya saja bentuknya lebih kecil dari pepaya. Bedanya, buah carica tidak bisa dimakan langsung, karena daging buahnya banyak mengandung getah, sehingga rasanya pahit dan menyebabkan gatal di tenggorokan. Penduduk setempat menikmati buah ini dengan cara membelahnya menjadi dua dan mengambil bijinya untuk disesap. Karena rasanya yang manis, biji inilah yang nantinya akan dibuat sirup dan dapat memberikan rasa khas pada buah carica dalam sirup. Pada bagian berikut akan diuraikan aspek teknis dan produksi dari dua pelaku, yaitu petani dan produsen industri kecil buah carica.
TINGKAR PETANI
Selain pemandangan yang sangat indah, kondisi alam yang demikian sangat cocok dan ideal untuk menanam berbagai macam buah dan sayuran. Para petani memanfaatkan potensi ini dengan memanfaatkan setiap jengkal tanah untuk ditanami. Berbagai macam sayuran yang sulit untuk ditanam di tempat lain, sangat mudah didapati di pegunungan ini. Salah satunya adalah buah carica. Pohon carica terbanyak terdapat di Desa Sembungan Kecamatan Dieng Kabupaten Wonosobo, yang konon merupakan desa tertinggi di Propinsi Jawa Tengah.
Dari hasil penelusuran yang dilakukan tim penulis, tidak dapat diketahui secara pasti kapan pertama kali buah carica ditanam di pegunungan Dieng. Beberapa sepakat bahwa seorang ahli pertanian dari Australia yang membawa bibit tanaman itu ke Dieng. Beberapa lainnya berpendapat bahwa sebenarnya tanaman tersebut telah ada sejak berpuluh tahun yang lalu. Tapi yang jelas, tanaman tersebut mulai dimanfaatkan sejak tahun 1980-an.
Pemanfaatan buah carica dimulai ketika pada tahun 1980-an Dinas Perindustrian memberikan kursus cara pengawetan buah-buahan. Beberapa ibu rumah tangga menerapkan kursus tersebut dengan mencoba mengawetkan berbagai macam buah seperti salak, kedondong dan mangga. Akan tetapi hasilnya tidak begitu menggembirakan. Salah satu sebab utamanya adalah karena belum adanya teknologi yang mendukung pengawetan buah secara alami, sehingga akhirnya buah-buahan tersebut cepat busuk atau cita rasanya cepat berubah. Baru setelah mencoba pengawetan buah carica, diperoleh hasil yang memuaskan. Buah carica yang dikemas dalam botol bisa tahan sampai kurang lebih dua tahun. Sedangkan buah carica yang dikemas dalam gelas cup, bisa tahan sampai kurang lebih enam bulan. Tentu saja keduanya dengan catatan bahwa kemasan tidak rusak. Pernah dicoba untuk melakukan pengemasan buah carica dalam kaleng. Tetapi ternyata hasilnya sangat mengecewakan. Buah carica cepat busuk, dan merusak kalengnya.
Setelah menyadari potensi bisnis pengawetan buah carica inilah, maka sekitar tahun 1985, Ibu Piet Sumarto yang menjadi pelopor dalam bisnis ini, meminta para petani di Pegunungan Dieng supaya menanam pohon carica. Karena kemudahan penanamannya, maka di pegunungan Dieng jarang terdapat satu areal tanah pertanian yang hanya ditanami pohon carica. Rata-rata pohon carica ditanam sebagai selingan penanaman kentang dan kubis. Hanya ada beberapa areal khusus yang ditanami pohon carica. Jika khusus hanya ditanami carica, maka untuk areal tanah pertanian seluas setengah hektar, dapat ditanami sekitar 3000 pohon carica, dengan jarak tanam 1-2 meter. Pohon tersebut dapat langsung dipanen pertama kali setelah ditanam kurang lebih selama satu tahun. Dan setelahnya rata-rata dapat dipanen dua kali seminggu.
Selain itu juga dilakukan perawatan dengan menggunakan pupuk kompos/organic. Untuk areal seluas setengah hektar tersebut di atas, diperlukan sekitar lima ton pupuk. Pemupukan ini dilakukan 6-12 bulan sekali, tergantung seberapa sering pohon tersebut dipanen. Semakin sering dipanen, semakin cepat menurun jumlah dan kualitas buahnya. Setelah dipanen, buah carica juga tidak memerlukan tempat khusus untuk penyimpanan. Dengan demikian tidak diperlukan adanya biaya storage/pergudangan. Jika semua pohon sedang siap dipanen, dari 3000 pohon tersebut bisa diperoleh kurang lebih 4-5 kuintal buah carica masak.
Sementara terdapat kesediaan sayur dan buah-buahan yang sangat berlimpah di Dieng, maka petani hanya perlu membeli beras dan keperluan pokok lain untuk sandang dan perumahan. Karena itulah maka biaya hidup di Dieng masih cukup rendah. Dengan demikian, potensi tabungan masyarakat di desa ini sangat tinggi, mengingat selama ini belum ada BPR atau lembaga keuangan lain yang masuk ke desa ini. Padahal dengan memperhitungkan pendapatan yang rata-rata sebesar Rp.550.000,00 sampai Rp.625.000,00 per minggu dari penjualan buah carica (belum termasuk hasil penjualan buah-buahan lain), maka diperkirakan setiap minggunya para petani dapat menabung sebesar Rp.400.000,00 sampai Rp.500.000,00. Akan tetapi karena belum adanya fasilitas menabung tersebut, maka penduduk desa ini membelanjakan uangnya untuk barang-barang konsumtif. Sebagaimana dapat dilihat secara langsung, rata-rata petani di desa ini memiliki parabola. Kesukaan pada parabola ini disebabkan karena tingginya letak desa ini, sehingga pemancar televisi tidak dapat menjangkau.
Dari hasil penelusuran tim penulis, buah carica ini pernah diuji coba untuk ditanam di Malang Jawa Timur yang juga merupakan daerah dingin, dan hasilnya cukup menggembirakan. Akan tetapi karena adanya keterbatasan biaya, maka saat ini penanaman untuk sementara dihentikan.
TINGKAT PRODUSEN
Jumlah buah carica dalam botol yang dapat diproduksi oleh para pengusaha industri kecil sangat beragam. Beberapa produsen bahkan hanya memproduksi buah carica selama beberapa hari dalam seminggu, diselang-seling dengan produksi makanan kecil lain yang juga merupakan ciri khas kota Wonosobo, seperti kacang koro, kripik tempe, dan lain sebagainya.
Proses produksi pada industri pengawetan buah carica dalam sirup:
Pengupasan
1. Mayoritas pengupasan dilakukan oleh tenaga kerja wanita.
2. Mengingat sifat buahnya yang sangat banyak mengandung getah, pada saat pengupasan sangat dianjurkan untuk mengenakan sarung tangan supaya tidak gatal (menurut keterangan para pekerja, getah buah tersebut sangat baik untuk mengobati kaki yang kapalan. Mengenai benar tidaknya keterangan tersebut, masih perlu dibuktikan dengan penelitian yang mendalam).
3. Setiap orang tenaga kerja mampu mengupas ½ kuintal buah per harinya.
Pemisahan buah dari bijinya
1. Setelah dikupas, biji buah dikeruk dan dipisahkan dengan daging buahnya. Biji buah inilah yang nantinya diperas untuk membuah sirup yang memberi cita rasa khas pada buah.
2. Biji buah ini berwarna hitam, dan di luarnya ada selaput putih yang membungkus seluruh biji. Biji dan selaput putih inilah yang disesap-sesap untuk menikmati buah carica secara tradisional.
Pemotongan
1. Setelah dipisahkan dengan bijinya, buah dipotong-potong dengan bentuk yang menarik dan supaya dapat dikemas dalam botol.
2. Biasanya bentuk yang dipilih adalah segitiga, dipotong mengerucut mulai pangkal buahnya.
Penggaraman dan pencucian
1. Pencucian buah dilakukan dua kali: pertama kali setelah buah selesai dikupas, dan kedua kalinya setelah buah selesai dikupas.
2. Pada kedua tahap pencucian tersebut selalu disertakan kurang lebih dua sendok makan garam. Gunanya adalah untuk menghilangkan rasa pahit yang berasal dari getah.
Pembuatan sirup buah
Caranya adalah :
1. Biji beserta selaput yang melapisinya dengan ditambah sedikit air diperas, sampai keluar cairan kental yang berbau khas buah carica. Pemerasan dapat dilakukan berkali-kali sampai aroma khas tersebut hilang.
2. Setelah diberi air dan gula pasir secukupnya, sirup tersebut direbus sampai mendidih.
3. Setelah mendidih, sirup yang sudah jadi harus disaring untuk dipisahkan dengan ampasnya.
Pengemasan
Setelah buah dipotong-potong dan dicuci bersih dan setelah sirup jadi, keduanya langsung dicampur dan dikemas dalam botol. Prosesnya adalah sebagai berikut :
1. Botol dan tutup yang akan digunakan terlebih dahulu dicuci bersih.
2. Kemudian panci/dandang berisi air yang akan digunakan juga terlebih dahulu dipanaskan sampai airnya mendidih.
3. Selanjutnya buah yang telah dipotong-potong terlebih dahulu dimasukkan ke dalam botol-botol.
4. Setelah itu, botol yang telah berisi potongan buah ditimbang.
5. Kemudian ditambahkan sirup sampai botol penuh dan dikukus selama kurang lebih 15 menit.
6. Setelah dikukus, botol diambil dari dandang, kembali dipenuhi dengan sirup, dan ditutup rapat-rapat.
7. Sedangkan proses pengawetan dilakukan dengan sederhana. Yaitu botol yang telah ditutup direbus di dalam panci bermulut lebar selama kurang lebih 10 menit. Cara pengawetan ini bisa membuat buah carica dalam sirup bertahan sampai kurang lebih 2 tahun.
Packing
Proses packing tidak langsung dilakukan. Setelah buah carica dan sirup dimasukkan dalam botol dan diawetkan, ditunggu dulu sampai sekitar 7 hari supaya sirupnya bisa meresap ke dalam buah, baru dipacking dan dikirimkan kepada pelanggan. Cara packing adalah dengan memasukkan botol-botol tersebut ke dalam kotak khusus. Setiap kotak berisi 12 botol. Buah carica dalam sirup siap untuk dikirim.
Sebagaimana telah disebutkan di depan, kecuali kemasan dalam botol yang harganya berkisar antara Rp.4750 sd Rp.5000 per botolnya, buah carica dalam sirup juga ditawarkan dalam kemasan cup plastik. Akan tetapi dalam kemasan ini buah carica hanya bertahan selama maksimal 6 bulan saja. Oleh karena itu harganya juga lebih murah, hanya sekitar Rp.2500,00 sampai Rp.3000,00 saja per cup-nya. Dengan 15 orang tenaga kerja, setiap harinya dapat diproduksi 1000 botol buah carica. Perincian pembagian kerjanya adalah sebagai berikut :
1. Sepuluh orang tenaga kerja (umumnya adalah wanita) bertugas mengupas, memotong-motong daging buah, mencuci dan menggarami, memeras bijinya dan memprosesnya sampai menjadi sirup, memasuk-masukkan daging buah yang telah dicuci ke dalam botol, menimbang, mengukus, dan merebusnya untuk sterilisasi. Total buah carica yang diproses adalah sebanyak 3-4 kuintal per harinya. 2 orang tenaga merupakan tenaga tetap dengan gaji Rp.400.000,00 per bulan. Dua orang inilah yang memegang resep pemasakan buah sirup carica sehingga menghasilkan cita rasa yang tinggi. 8 orang lainnya adalah tenaga kerja harian dengan upah Rp.15.000,00 per hari, dan bekerja 5-6 hari dalam seminggu. Baik tenaga kerja tetap maupun harian bekerja selama kurang lebih 8 jam, dari pukul 08.00 pagi sampai 16.00 WIB. Jika dihitung secara rata-rata, gaji pegawai tetap dengan upah tenaga harian ternyata hampir sama. Bedanya, setiap harinya tenaga harian bisa berbeda-beda orangnya.
2. Tiga orang tenaga kerja laki-laki bertugas untuk melakukan persiapan seperti mengangkut buah-buah carica yang masih mentah, membeli minyak tanah untuk memasak, mempersiapkan kompor dan dandang-dandang atau panci-panci yang akan digunakan untuk mengukus dan merebus, menutup botol-botol yang telah diisi dengan daging buah dan sirup (proses ini memang harus dilakukan oleh laki-laki, karena supaya botol tertutup dengan baik diperlukan tenaga yang sangat kuat), serta untuk melakukan proses packing. Ketiganya adalah tenaga harian, dengan upah Rp.15.000,00 per hari, dan bekerja 5-6 hari dalam seminggu.
3. Dua orang tenaga laki-laki dipekerjakan sebagai tenaga driver yang akan mengirim buah carica kepada pelanggan. Keduanya adalah tenaga tetap, namun dengan mempertimbangkan senioritas, 1 orang diberi gaji Rp.550.000,00 per bulan, dan 1 orang lainnya diberi gaji Rp.400.000,00 per bulan.
Karena sifat tanaman yang sangat mudah dipelihara, alat-alat produksi yang sangat mudah diperoleh, serta proses pemasakan sampai packing yang sangat mudah dilakukan, maka kegiatan produksi tidak pernah menemui kendala yang berarti.
ASPEK SOSIAL EKONOMI DAN DAMPAK LINGKUNGAN
Aspek Sosial Ekonomi
Karena sifat buahnya yang bergetah dan rasanya yang asam, semula buah carica tidak disukai oleh penduduk. Akan tetapi setelah pada tahun 1980an, diketahui bahwa buah carica ternyata enak dimakan apabila diolah dengan cara yang tepat. Karena didukung juga oleh cara penanaman dan pemeliharaan yang sangat mudah, maka sejak saat itu banyak sekali petani yang menanam buah carica. Pada saat itu sempat berdiri sebuah pabrik yang dapat menampung sekitar 3500 tenaga kerja. Ketika pabrik tersebut tutup, ribuan tenaga kerja kehilangan mata pencarian, dan ratusan petani kehilangan pendapatan.
Akan tetapi karena permintaan buah carica dalam sirup masih cukup tinggi, industri kecil mulai bermunculan. Setelah mengetahui bahwa buah carica sangat reaktif jika menggunakan kaleng sebagai kemasan, maka mereka mengganti kaleng tersebut dengan botol. Ternyata berhasil.
Dengan demikian, buah carica dalam sirup ini kembali bisa memberikan lapangan pekerjaan kepada para penduduk di kota Wonosobo, termasuk pegunungan Dieng dan sekitarnya, baik yang berada di sektor pertanian maupun industri kecil.
Perubahan positif dalam aspek ekonomi ini akan semakin meningkat apabila pihak perbankan dapat berperan serta mengembangkan usaha-usaha tersebut, baik dalam hal pemberian kredit yang tepat guna, maupun hal-hal teknis lainnya.
Aspek Dampak Lingkungan
Sebagaimana diketahui, pohon carica sangat mudah ditanam, sehingga para petani di Pegunungan Dieng sering menanam pohon ini di pematang kebun, bersama-sama dengan tanaman pangan lain. Oleh karena itu, sebagaimana tanaman pangan lain, pohon carica sama sekali tidak mengganggu lingkungan.
PENUTUP
Sebagai penutup dari analisis terhadap usaha mikro, kecil dan menengah buah carica dalam sirup, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1. Pelaku usaha yang terlibat dalam usaha ini adalah petani, pengepul dan industri kecil buah carica dalam sirup. Akan yang dibahas dalam buku ini adalah petani dan industri kecil, karena jumlah pengepul tidak terlalu banyak.
2. Sampai sejauh ini, daerah yang cukup berhasil menanam dan mengembangkan industri buah carica adalah di Pegunungan Dieng Wonosobo. Di daerah Malang juga pernah dikembangkan pertanian dan industri serupa, akan tetapi karena keterbatasan lahan, maka untuk sementara dihentikan.
3. Buah carica dalam sirup sangat diminati oleh masyarakat, khususnya di Jawa Timur, Bali, Jawa Tengah dan Yogyakarta. Pengembangan ke Jawa Barat dan Jakarta belum dilakukan karena keterbatasan biaya.
4. Dari sisi aspek teknis dan produksi, tidak ada kendala berarti yang ditemui, karena pohon carica mudah ditanam dan juga mudah mengolahnya. Demikian juga ketersediaan bahan baku dalam jangka panjang memungkinkan industri ini semakin berkembang.
5. Ditinjau dari aspek keuangan, usaha ini menunjukkan hasil yang layak untuk dikembangkan, dengan tingkat suku bunga 18%, dan jangka waktu kredit antara empat sampai lima tahun.
6. Analisis aspek sosial, ekonomi dan dampak lingkungan juga menunjukkan bahwa usaha ini layak dikembangkan, karena selain bisa menciptakan lapangan kerja bagi penduduk sekitarnya, juga tidak merusak lingkungan, sebagaimana layaknya suatu tanaman pangan.
Sedangkan beberapa saran yang dapat dikemukakan dalam rangka mengembangkan usaha ini adalah :
1. Pemerintah daerah diharapkan dapat lebih memperhatikan usaha ini, dengan cara-cara antara lain memudahkan perijinan dan memberikan bantuan teknis supaya usaha ini dapat lebih berkembang.
2. Buah carica dalam sirup yang dikemas dalam botol dapat bertahan antara 1,5 sampai 2 tahun, dengan cara pengawetan yang sangat sederhana. Oleh karena itu, hasil produksi ini dapat diekspor lebih jauh keluar daerah, terutama jika didukung oleh cara pengawetan yang lebih baik lagi.
http://bisnisukm.com/potensi-bisnis-jawa-tengah.html