Saat ini, negeri kita Indonesia dianggap sebagai bangsa yang belum
makmur,taraf kesejahteraan warganya rendah. Tingkat sumber daya manusia
yang masih rendah, kita dilabeli sebagai bangsa yang masih tradisional
dengan perkembangan teknologi yang belum maju. Sebagai sebuah bangsa
yang dianugerahi dengan kekayaan alam yang melimpah, akal dan pikiran
yang sama dengan bangsa lain seharusnya kita mampu menjadi bangsa yang
besar, negeri makmur “ gemah ripah loh jinawi toto tentrem kerto
raharjo.” Berikut saya coba uraikan hal- hal yang masih dianggap mitos
ataupun misteri, yang apabila diantaranya ternyata benar ataupun terjadi
( mudah-mudahan benar semua ) tujuan bersama menuju Indonesia adil
makmur akan tercapai.
1. Indonesia Adalah Atlantis Yang Hilang
Peradaban Atlantis merupakan Mitos yang kali pertama dicetuskan Filsuf
Yunani Kuno bernama Plato (427 – 347 SM) dalam bukunya Critias dan
Timaeus. Dalam kedua buku tersebut menceritakan tentang sebuah daratan
raksasa dengan peradaban yang menakjubkan pada masa lampau. Atlantis
bukanlah khayalan Plato, hal itu diceritakan turun-temurun dan diamini
oleh banyak tokoh di masanya.
Atlantis menghasilkan emas dan perak yang banyak, hingga istananya yang
megah dikelilingi tembok dari emas dan perak. Daerahnya kaya sumber daya
alam dan perkembangan peradabannya pesat, memiliki pelabuhan dan armada
kapal lengkap, juga benda yang mampu membuat orang terbang.
Kekuasaannya mencakup wilayah yang luas hingga Eropa dan Afrika. Setelah
hanyut dilanda gempa dahsyat, wilayah itu menghilang dan terlupakan.
Jika uraikan Plato nyata, maka ribuan tahun silam manusia telah
menciptakan peradaban yang tinggi yang mungkin melebihi peradaban masa
kini.
Hilangnya Peradaban Atlantis ribuan tahun, membuat banyak orang meneliti
dan mencari keberadaan nya. Hingga banyak sekali versi dan cerita
terungkapnnya Kota Atlantis, tetapi hingga kini hal itu belum ada yang
terbukti nyata.
Menurut penelitian mutakhir Arsyso Santos selama 30 tahun, dalam bukunya
Atlantis, The Lost Continent Finally Foun, The Definitive Localization
Of Plato’s Lost Civilization (2005) menegaskan bahwa Atlantis berada di
wilayah yang sekarang disebut Indonesia. Santos menampilkan 33
perbandingan, seperti luas wilayah,cuaca,kekayaan alam,gunung berapi dan
cara bertani di Indonesia. Menurutnya sistem terasisasi (berundak)
sawah di Indonesia diadopsi dari Candi Borobudur, Piramida Mesir dan
Kuil Aztec di Meksiko.
Wilayah Indonesia pada ribuan tahun silam merupakan suatu benua yang
menyatu,tidak terpecah-pecah ribuan pulau seperti sekarang. Hal ini
serupa dengan Atlantis yang merupakan sebuah benua dengan puluhan gunung
berapi aktif dan dikeliling oleh 2 samudra yang menyatu (Orientale),
yaitu Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Wilayahnya terbentang dari
selatan India, Sri Langka, Sumatra, jawa, Kalimantan hingga ke arah
timur dengan wilayah yang disebut Indonesia sekarang ini sebagai
pusatnya.
Terjadi letusan secara hampir bersamaan berbagai gunung berapi masa itu
di wilayah Atlantis seperti, letusan Gunung Meru di India Selatan,
Gunung Sumeru di Jawa Timur, Gunung di Sumatera hingga terbentuk Danau
Toba dan Letusan Gunung Krakatau yang membelah Sumatera dengan Jawa.
Karena berbagai letusan tersebut, menyebabkan lapisan es di kutub
mencair dan mengalir ke samudra hingga luasnya bertambah. Terjadi efek
beruntun dengan terjadinya gempa dan tsunami yang berakibat terpendamnya
sebagian besar wilayah Atlantis.
Indonesia dianggap sebagai Atlantis yang hilang, hal yang seharusnya
membuat kita bersyukur. Pada masa Atlantis merupakan pusat peradaban
dunia, negeri makmur dengan sumber daya melimpah. Pun membuat kita
belajar sebagai daerah rawan bencana, dari sejarah dan dengan teknologi
mutakhir berusaha membangun Indonesia baru.
2. Indonesia Kuburan Harta Karun
Banyak harta karun yang bertebaran di wilayah Indonesia, baik di daratan
terlebih lagi di lautan. Sebelum Bangsa Eropa menguasai wilayah
Nusantara abad ke 15, Indonesia merupakan daerah perdagangan yang ramai.
Menghubungkan perdagangan India, Timur Tengah, Cina dan orang-orang
Eropa.
Dalam masa itu tak terhitung kapal yang hilang dan karam di perairan
Nusantara. Dalam beberapa catatan ratusan kapal Cina pengangkut harta
dan keramik berharga hilang, 800 kapal Portugis hilang sejak 1650 dalam
perjalanan ke Atlantik Selatan dan Asia Tenggara, lebih dari 7.000
hilang dalam catatan English East India Company (EIC) dan 105 kapal VOC
Belanda hilang dalam pelayaran antara 1602-1794, kesemua kapal tersebut
bermuatan barang-barang berharga.
Berbagai peninggalan tersebut sudah banyak ditemukan. Setelah terjadinya
Tsunami Aceh, beberapa titik di perairan Mentawai Sumatera ditemukan
harta karun dari kapal Cina dan kapal dagang VOC yang karam.
Harta karun senilai Rp. 720 Miliar berupa 250.000 benda keramik,
Kristal, permata dan emas ditemukan di perairan Cirebon, Jawa Barat
tahun 2005 oleh eksplorasi pihak asing . Namun barang tersebut akhirnya
dilego pada kolektor di Singapura.
Di Pulau Onrust daerah Teluk Jakarta diindikasikan terdapat penyimpanan
harta karun VOC Belanda. Hal ini berdasar keganjilan sejarah tentang VOC
yang bangkrut secara mendadak , karena merupakan institusi dagang
Belanda yang besar dan telah lama mengeruk kekayaan alam Indonesia.
Konon jumlah harta di Pulau Onrust bisa untuk melunasi Utang Indonesia.
Harta Karun yang tak kalah banyak adalah peninggalan Kerajaan-Kerajaan
Nusantara. Dari kerajaan di Jawa seperti Singosari, Majapahit, Mataram,
Pajajaran hingga Kerajaan di Sumatera , Kalimantan dan Daerah timur
Indonesia menyimpan banyak sekali peninggalan harta karun. Menurut mitos
harta karun tersebut tersimpan di alam gaib, tak bisa ditemukan dengan
mudah. Harta-harta tersebut akan dapat ditemukan oleh “orang yang
terpilih.” Telah banyak peninggalan dari kerajaan berupa perhiasan dan
perlengkapan istana yang diketemukan tak sengaja, melalui penelitian
ataupun orang yang memperoleh wangsit (petunjuk gaib).
Banyaknya harta yang terpendam di perairan dan daratan Nusantara selama
ini belum dikelola baik oleh Pemerintah Indonesia, sayangnya lagi hal
itu justru banyak menjadi incaran arkeolog dan pemburu harta karun untuk
tujuan komersil pribadi.
3. Peninggalan Dana Revolusi Era Soekarno
Pada tahun 1906 terjadilah ikrar raja-raja nusantara yang di prakasai
oleh Dr. Ernest François Eugène Douwes Dekker (umumnya dikenal dengan
nama Douwes Dekker atau Danudirja Setiabudi, Soetomo, Raden Adipati
Tirtokoesoemo (presiden pertama Budi Utomo), Pangeran Ario Noto Dirodjo
dari Keraton Pakualaman. Raden Mas Soewardi Soerjaningrat dan Raden
Hadji Oemar Said Tjokroaminoto dalam ikrar tersebut ditumbuhkannya rasa
nasionalisme “tanah air (Indonesia) diatas segala-galanya”. Pada saat
itu seluruh raja-raja nusantara menyumbangkan sebagian asset mereka
untuk membantu perjuangan. (Dana Perjuangan). Sebagian dana itu dipakai
untuk biaya perjuangan dan sebagian lagi disimpan di luar negeri.
Dana perjuangan lebih dikenal dengan Dana Revolusi / Dana Amanah mulai
dihimpun lagi pada masa setelah kemerdekaan, dana revolusi yang dihimpun
berdasar perpu no.19 tahun 1960. Isinya antara lain, mewajibkan semua
perusahaan negara menyetorkan lima persen dari keuntungannya pada
pemerintah bagi Dana Revolusi. Yang disebut perusahaan negara itu,
termasuk pula berbagai perusahaan Belanda yang baru dinasionalisasikan,
seperti perkebunan-perkebunan besar. Konon berjumlah ratusan juta dolar
tersimpan di luar negeri.
Salah satu sumber Dana Revolusi terbesar adalah adanya "Perjanjian The
Green Hilton Memorial Agreement Geneva" dibuat dan ditandatangani pada
21 November 1963 di hotel Hilton Geneva oleh Presiden AS John F Kennedy
dan Presiden RI Ir Soekarno dengan saksi tokoh negara Swiss William
Vouker. Perjanjian ini menyusul MoU diantara RI dan AS tiga tahun
sebelumnya. Point penting perjanjian itu; Pemerintahan AS (selaku pihak
I) mengakui 50 persen keberadaan emas murni batangan milik RI, yaitu
sebanyak 57.150 ton dalam kemasan 17 paket emas dan pemerintah RI
(selaku pihak II) menerima batangan emas itu dalam bentuk biaya sewa
penggunaan kolateral dolar yang diperuntukkan pembangunan keuangan AS.
Dalam point penting lain pada dokumen perjanjian itu, tercantum klausul
yang memuat perincian; atas penggunaan kolateral tersebut pemerintah AS
harus membayar fee 2,5 persen setiap tahunnya sebagai biaya sewa kepada
Indonesia, mulai berlaku jatuh tempo sejak 21 November 1965 (dua tahun
setelah perjanjian). Account khusus akan dibuat untuk menampung asset
pencairan fee tersebut. Maksudnya, walau point dalam perjanjian tersebut
tanpa mencantumkan klausul pengembalian harta, namun ada butir
pengakuan status koloteral tersebut yang bersifat sewa (leasing). Biaya
yang ditetapkan dalam dalam perjanjian itu sebesar 2,5 persen setiap
tahun bagi siapa atau bagi negara mana saja yang menggunakannya.
Biaya pembayaran sewa kolateral yang 2,5 persen ini dibayarkan pada
sebuah account khusus atas nama The Heritage Foundation (The HEF) yang
pencairannya hanya boleh dilakukan oleh Bung Karno sendiri atas
persetujuan Sri Paus Vatikan. Sedang pelaksanaan operasionalnya
dilakukan Pemerintahan Swiss melalui United Bank of Switzerland (UBS).
Kesepakatan ini berlaku dalam dua tahun ke depan sejak ditandatanganinya
perjanjian tersebut, yakni pada 21 November 1965.
Sepenggal kalimat penting dalam perjanjian tersebut => ”Considering
this statement, which was written andsigned in Novemver, 21th 1963 while
the new certificate was valid in 1965 all the ownership, then the
following total volumes were justobtained.” Perjanjian hitam di atas
putih itu berkepala surat lambang Garuda bertinta emas di bagian atasnya
dan berstempel ’The President of The United State of America’ dan
’Switzerland of Suisse’.
Berbagai otoritas moneter maupun kaum Monetarist, menilai perjanjian itu
sebagai fondasi kolateral ekonomi perbankan dunia hingga kini. Ada
pandangan khusus para ekonom, AS dapat menjadi negara kaya karena
dijamin hartanya ’rakyat Indonesia’, yakni 57.150 ton emas murni milik
para raja di Nusantara ini. Pandangan ini melahirkan opini kalau negara
AS memang berutang banyak pada Indonesia, karena harta itu bukan punya
pemerintah AS dan bukan punya negara Indonesia, melainkan harta
raja-rajanya bangsa Indonesia.
Bagi Politikus AS sendiri, perjanjian The Green Hilton Agreement
merupakan perjanjian paling tolol yang dilakukan pemerintah AS. Karena
dalam perjanjian itu AS mengakui asset emas bangsa Indonesia. Sejarah
ini berawal ketika 350 tahun Belanda menguasai Jawa dan sebagian besar
Indonesia. Ketika itu para raja dan kalangan bangsawan, khususnya yang
pro atau ’tunduk’ kepada Belanda lebih suka menyimpan harta kekayaannya
dalam bentuk batangan emas di bank sentral milik kerajaan Belanda di
Hindia Belanda, The Javache Bank (cikal bakal Bank Indonesia). Namun
secara diam-diam para bankir The Javasche Bank (atas instruksi
pemerintahnya) memboyong seluruh batangan emas milik para nasabahnya
(para raja-raja dan bangsawan Nusantara) ke negerinya di Netherlands
sana dengan dalih keamanannya akan lebih terjaga kalau disimpan di pusat
kerajaan Belanda saat para nasabah mempertanyakan hal itu setelah
belakangan hari ketahuan.
Waktu terus berjalan, lalu meletuslah Perang Dunia II di front Eropa,
dimana kala itu wilayah kerajaan Belanda dicaplok pasukan Nazi Jerman.
Militer Hitler dan pasukan SS Nazi-nya memboyong seluruh harta kekayaan
Belanda ke Jerman. Sialnya, semua harta simpanan para raja di Nusantara
yang tersimpan di bank sentral Belanda ikut digondol ke Jerman.
Perang Dunia II front Eropa berakhir dengan kekalahan Jerman di tangan
pasukan Sekutu yang dipimpin AS. Oleh pasukan AS segenap harta jarahan
SS Nazi pimpinan Adolf Hitler diangkut semua ke daratan AS, tanpa
terkecuali harta milik raja-raja dan bangsawan di Nusantara yang
sebelumnya disimpan pada bank sentral Belanda. Maka dengan modal harta
tersebut, Amerika kembali membangun The Federal Reserve Bank (FED) yang
hampir bangkrut karena dampak Perang Dunia II, oleh ’pemerintahnya’ The
FED ditargetkan menjadi ujung tombak sistem kapitalisme AS dalam
menguasai ekonomi dunia.
Belakangan kabar ’penjarahan’ emas batangan oleh pasukan AS untuk modal
membangun kembali ekonomi AS yang sempat terpuruk pada Perang Dunia II
itu didengar pula oleh Ir Soekarno selaku Presiden I RI yang langsung
meresponnya lewat jalur rahasia diplomatic untuk memperoleh kembali
harta karun itu dengan mengutus Dr Subandrio, Chaerul saleh dan Yusuf
Muda Dalam walaupun peluang mendapatkan kembali hak sebagai pemilik
harta tersebut sangat kecil. Pihak AS dan beberapa negara Sekutu saat
itu selalu berdalih kalau Perang Dunia masuk dalam kategori Force Majeur
yang artinya tidak ada kewajiban pengembalian harta tersebut oleh pihak
pemenang perang.
Namun dengan kekuatan diplomasi Bung Karno akhirnya berhasil meyakinkan
para petinggi AS dan Eropa kalau asset harta kekayaan yang diakuisisi
Sekutu berasal dari Indonesia dan milik Rakyat Indonesia. Bung Karno
menyodorkan fakta-fakta yang memastikan para ahli waris dari nasabah The
Javache Bank selaku pemilik harta tersebut masih hidup !!
Nah, salah satu klausul dalam perjanjian The Green Hilton Agreement
tersebut adalah membagi separoh separoh (50% & 50%) antara RI dan
AS-Sekutu dengan ’bonus belakangan’ satelit Palapa dibagi gratis oleh AS
kepada RI. Artinya, 50 persen (52.150 ton emas murni) dijadikan
kolateral untuk membangun ekonomi AS dan beberapa negara eropa yang baru
luluh lantak dihajar Nazi Jerman, sedang 50 persen lagi dijadikan
sebagai kolateral yang membolehkan bagi siapapun dan negara manapun
untuk menggunakan harta tersebut dengan sistem sewa (leasing) selama 41
tahun dengan biaya sewa per tahun sebesar 2,5 persen yang harus
dibayarkan kepada RI melalui Ir.Soekarno. Kenapa hanya 2,5 persen ?
Karena Bun Karno ingin menerapkan aturan zakat dalam Islam.
Pembayaran biaya sewa yang 2,5 persen itu harus dibayarkan pada sebuah
account khusus a/n The Heritage Foundation (The HEF) dengan
instrumentnya adalah lembaga-lembaga otoritas keuangan dunia (IMF, World
Bank, The FED dan The Bank International of Sattlement/BIS). Kalau
dihitung sejak 21 November 1965, maka jatuh tempo pembayaran biaya sewa
yang harus dibayarkan kepada RI pada 21 November 2006. Berapa besarnya ?
102,5 persen dari nilai pokok yang banyaknya 57.150 ton emas murni +
1.428,75 ton emas murni = 58.578,75 ton emas murni yang harus dibayarkan
para pengguna dana kolateral milik bangsa Indonesia ini.
Padahal, terhitung pada 21 November 2010, dana yang tertampung dalam The
Heritage Foundation (The HEF) sudah tidak terhitung nilainya. Jika
biaya sewa 2.5 per tahun ditetapkan dari total jumlah batangan emasnya
57.150 ton, maka selama 45 tahun X 2,5 persen = 112,5 persen atau lebih
dari nilai pokok yang 57.150 ton emas itu, yaitu 64.293,75 ton emas
murni yang harus dibayarkan pemerintah AS kepada RI. Jika harga 1 troy
once emas (31,105 gram emas ) saat ini sekitar 1.500 dolar AS, berapa
nilai sewa kolateral emas sebanyak itu ?? Hitung sendiri aja !!
Mengenai keberadaan account The HEF, tidak ada lembaga otoritas keuangan
dunia manapun yang dapat mengakses rekening khusus ini, termasuk
lembaga pajak. Karena keberadaannya yang sangat rahasia. Makanya, selain
negara-negara di Eropa maupun AS yang memanfaatkan rekening The HEF
ini, banyak taipan kelas dunia maupun ’penjahat ekonomi’ kelas paus dan
hiu yang menitipkan kekayaannya pada rekening khusus ini agar terhindar
dari pajak. Tercatat orang-orang seperti George Soros, Bill Gate, Donald
Trump, Adnan Kasogi, Raja Yordania, Putra Mahkota Saudi Arabia,
bangsawan Turko dan Maroko adalah termasuk orang-orang yang menitipkan
kekayaannya pada rekening khusus tersebut.
Pada masa Pemerintahan Soeharto hingga Megawati telah diadakan suatu
operasi untuk mengembalikan dana tersebut ke Indonesia. Bahkan para
bankir hitam kelas dunia, CIA dan MOSSAD (agen rahasia Israel) berusaha
keras untuk mendapatkan user account dan PIN The HEF tersebut, termasuk
mencari tahu siapa yang diberi mandat Ir Soekarno terhadap account
khusus itu. Namun usaha puhak-pihak yang mencoba mendapatkan harta
tersebut belum menghasilkan, Ir Soekarno atau Bung Karno tidak pernah
memberikan mandat kepada siapa pun. Artinya pemilik harta rakyat
Indonesia itu tunggal, yakni atas nama Bung Karno sendiri. Sampai saat
ini !!!
4. Akan Datangnya Ratu Adil
Menurut beberapa sumber yang diyakini mayarakat, menyebutkan akan adanya
“Roda Cokro Manggilingan” (Penggulangan Sejarah) dan datangnya sosok
pemimpin yang akan membawa Indonesia ke masa keemasannya. Diantaranya
adalah bait syair Jayabaya, Serat Musarar Jayabaya, Ramalan Sabdo Palon
Noyo Genggong, Serat Kalatidha R.Ng. Ronggowarsito, Serat Darmogandhul,
Wangsit Siliwangi, dan hadist Nabi Muhammad SAW semuanya lengkap dalam
konteks yang tersirat di dalamnya
(lengkapnya di sini).
Dalam bab akhir Jangka Jayabaya, menyebutkan pasca goro-goro besar
melanda planet bumi (antara lain terjadi kiamat bumi, perang besar,
perang dunia, serangan jatuhnya benda angkasa, badai matahari, bencana
alam terus-menerus) dan pulihnya jagad bumi manusia seperti sediakala
menjadi normal kembali maka tatkala itulah akan tampil ke depan memimpin
rakyat Nusantara, sang Ratu Adil sejati atau yang lebih popular disebut
"satrio piningit" ataupun "satrio pinandito sinisihan wahyu". Sang
pemimpin yang adil bijaksana ini akan didampingi titisan atau
reinkarnasi terbaru Sabdo Palon, mereka berdua bersama memimpin kejayaan
Nusantara dan bumi selatan yang berpenduduk bangsa kulit berwarna.
Sedangkan bangsa kulit putih dan bangsa berkulit kuning bukan menjadi
urusan beliau. Demikian garis besar ucapan Sabdo Palon tatkala muncul
pertama kali setelah menghilang selama limaratus tahun sejak runtuhnya
Majapahit. Sabdo Palon merupakan penasihat Jayabaya raja Kediri, dan
kemudian menitis kembali menjadi penasihat Prabu Brawijaya V.
Ramalan ( Jangka) Joyoboyo berkenaan munculnya sang Ratu Adil juga
sesuai menurut Uga Wangsit Prabu Siliwangi tentang pendamping Ratu Adil
yakni pemuda berjanggut, dan juga sesuai ucapan Sabdo Palon, kedua
pemimpin Nusantara tersebut adalah dwi-tunggal satu sama lain saling
melengkapi dan tidak saling bertentangan. Tugas atau peran Sabdo Palon
ialah mengadakan "fit and propher test" terhadap "Ratu Adil" satrio
piningit. Sabdo Palon memang telah muncul akan tetapi Ratu Adil "Satrio
Piningit" belum ada atau belum maju ke hadapan Sabdo Palon. Mengapa?
Ratu Adil "Satrio Piningit" belum menerima wahyu Illahi atau pulung gaib
wahyu keprabon karena memang belum tiba saat yang tepat. Kapan dan di
mana keberadaan Sabdo Palon (yang tengah menghilang kembali) dan calon
Ratu Adil "Satrio Piningit" memang belum ditemukan selama mereka belum
muncul karena sebab besar atau goro-goro besar belum terjadi. Dalam
teori revolusi mbah Karl Marx dan mbah Lenin, "seorang pemimpin akan
selalu muncul dengan sendirinya tatkala segenap rakyat sudah siap dan
matang untuk mengadakan revolusi." Pemimpin revolusi tidak akan
mengumumkan kapan memulai suatu revolusi, rakyatlah yang merasa
kehidupannya penuh derita tiada akhir dan negara tak peduli pada keadaan
yang menyengsarakan bagi rakyat, sehingga pada akhirnya rakyat tidak
lagi mempercayai negara. Tatkala itulah seorang pemimpin bakal tampil
maju ke depan untuk memimpin rakyat yang sudah matang hendak mengadakan
revolusi.
Inilah bait yang menggambarkan kemunculan Ratu Adil "satrio piningit"
yang dilontarkan oleh Sang Prabu Sri Aji Joyoboyo dari Kediri pada abad
keduabelas masehi (1100-an) :
“ selet-selete yen mbesuk ngancik tutuping tahun sinungkalan dewa wolu,
ngasta manggalaning ratu, bakal ana dewa ngejawantah, apengawak
manungsa.”
Kelak menjelang tutup tahun sinungkalan dewa wolu, ngasta manggalaning
ratu (1988 Saka atau 2066 Masehi). Akan muncul dewa turun ke bumi yang
berwujud seorang manusia (Ratu Adil yang secara populer disebut "Satrio
Piningit").
Satrio Pinandito Sinisihan Wahyu, sosok dalam ramalan Ronggowarsito
sebagai penyempurnaan daripada Ramalan Joyoboyo adalah manusia terpilih
pengemban pulung gaib wahyu keprabon, dan kelak akan marak sebagai Ratu
Adil yang diemong oleh Sabdo Palon.
Pemerintahan dalam tatanan dunia baru yang berpusat di salah satu pulau
di Nusantara itu berbentuk kerajaan, tepatnya adalah kerajaan Jawa
modern, ajaran lama yang diperbarui akan bergairah kembali, termasuk di
dalamnya sifat-sifat kejawen yang telah direformasi sesuai dengan
jamannya sangatlah dominan dalam ajaran tersebut.
Dalam sebuah hadits Nabi Muhammad SAW mengisyaratkan bahwa Imam Mahdi
pasti datang di akhir zaman. Ia akan memimpin ummat Islam keluar dari
kegelapan kezaliman dan kesewenang-wenangan menuju cahaya keadilan dan
kejujuran yang menerangi dunia seluruhnya.
“Andaikan dunia tinggal sehari sungguh Allah akan panjangkan hari
tersebut sehingga diutus padanya seorang lelaki dari ahli baitku namanya
serupa namaku dan nama ayahnya serupa nama ayahku. Ia akan penuhi bumi
dengan kejujuran dan keadilan sebagaimana sebelumnya dipenuhi dengan
kezaliman dan penganiayaan.” (HR abu Dawud 9435). Hadist ini memberikan
kabar akan munculnya pemimpin di negeri Islam yang sedang bergolak.
Sebagian kalangan muslim percaya akan muncul pemimpin baru Islam
bermukjizat, dan menyebutnya Imam Mahdi ( Pemimpin yang terpilih).
Ia akan menghantarkan rakyat meninggalkan babak era para penguasa
diktator yang memaksakan kehendak dan mengabaikan kehendak Tuhan menuju
babak tegaknya kembali kekhalifahan Islam yang mengikuti manhaj, sistem
atau metode Kenabian. Lelaki itu keturunan Nabi Muhammad SAW, akan
mengantarkan ummat Islam menuju babak Khilafatun ’ala Minhaj
An-Nubuwwah. Imam Mahdi akan berperan sebagai panglima di akhir zaman
untuk memerangi para Mulkan Jabriyyan (Para Penguasa Diktator) yang
telah lama bercokol di berbagai negeri-negeri di dunia.
Beberapa pendapat memparalelkan Imam Mahdi menurut Hadist Nabi Muhammad
SAW dengan Ratu Adil versi Ramalan Jayabaya, dengan dalih bahwa Jayabaya
telah memeluk Agama Islam dan mendapatkan petunjuk Illahiah sehingga
dapat memaparkan ramalan-ramalan tersebut. Pendapat lain bahwa istilah
Ratu Adil adalah hasil transfer bahasa dan makna dari dalam hadist oleh
para wali (Sunan Bonang, Sunan Giri dan Sunan Kalijaga).
Terlepas dari semua uraian saya tentang Misteri Kejayaan Indonesia,
tidaklah menjadikan kita menjadi orang yang percaya takhyul ( musyrik )
dan mengada-ada, karena semua ini berdasar penelitian dan sumber
sejarah. Semoga hal ini mampu memacu semangat kita untuk berkarya,
menjadikan Indonesia Berjaya !!!