Taukah anda tentang ledakan gunung Vesuvius yang terjadi pada 79 m.. ?. letusan gunung tersebut meneggelamkan suatu kota yang ada di romawai yang bernama pompeii serlama 1600 tahun. Dari informasi yang saya dapat dari vcd harunyahya, disitu dikatakan bahwa letusan gunung tersebut membunuh seketika orang-orang di kota pompeii, ini di buktikan dari temuan mayat orang yang lagi makan di meja makan bersama keluarganya dan banyak lagi bukti lain.
Ternyata tidak hanya vesuvius yang memiliki letusan yang dahsyat, di Dompu pun pernah terjadi letusan gunung yang sangat dahsyat yang bernama gunung TAMBORA.
Pada tahun 1815, gunung tambora mengalami letusan dahsyat, gemuruh yang dihasilkan gunung tambora terdengar sampai makasar, Batavia, Ternate dan sampai Sumatra yang jaraknya lebih dari 2600 km dari Tambora. Letusan menimbulkan gempa vulkanik lebih kurang lebih 7 SR.
Akibat letusan Tambora antara lain Tsunami besar menyerang pantai beberapa pulau di Indonesia pada tanggal 10 April, dengan ketinggian diatas 4 m di Aanggar pada pukul 10:00 malam. Tsunami setinggi 1-2 m dikaoirjab terjadi di Besuki, Jawa Timur sebelum tengah malam dan tsunami setinggi 2 m terjadi di Maluku. Tinggi asap letusan mencapai stratosfer, dengan ketinggian lebih dari 43 km.[3] Partikel abu jatuh 1 sampai 2 minggu setelah letusan, tetapi terdapat partikel abu yang tetap berada di atmosfer bumi selama beberapa bulan sampai beberapa tahun pada ketinggian 10-30 km. Angin bujur menyebarkan partikel tersebut di sekeliling dunia, membuat terjadinya fenomena. Matahari terbenam yang berwarna dan senja terlihat di London, Inggris diantara tangal 28 Juni dan 2 Juli 1815 dan 3 September dan 7 Oktober 1815. Pancaran cahaya langit senja muncul berwarna orange atau merah didekat ufuk langit dan ungu atau merah muda diatas.
Letusan gunung ini juga di perkirakan mengubur kesultanan kecil yang ada di kaki gunung tambora.
Letusan gunung tambora sangat dahsyat jauh melampauhi letusan gunung vesuvPenyimpangan iklim yang luar biasa pada 1816 menimbulkan pengaruh yang sangat hebat di Amerika timur laut, Kanada Maritim dan Eropa utara. .Biasanya, pada akhir musim semi dan musim panas di Amerika timur laut cuacanya relatif stabil: temperatur rata-rata sekitar 20–25°C, dan jarang sekali turun hingga di bawah 5°C. Salju musim panas sangat jarang terjadi, meskipun kadang-kadang turun pada bulan Mei.Namun pada Mei 1816 frost (pembekuan) mematikan sebagian besar tanaman yang telah ditanam, dan pada bulan Juni dua badai salju mengakibatkan banyak orang yang meninggal. Pada Juli dan Agustus, danau dan sungai yang membeku dengan es terjadi hingga di Pennsylvania yang jauh di selatan. Perubahan temperatur yang cepat dan dramatis lazim terjadi, dengan temperatur yang bergeser dari yang normal dan di atas normal pada musim panas, yaitu 35°C hingga hampir membeku hanya dalam beberapa jam saja. Meskipun para petani di selatan New England berhasil menuai panen yang masak, harga jagung dan biji-bijian lainnya meningkat secara dramatis. Harga haver, misalnya, meningkat dari 12 sen dolar sekarungnya (ukuran 35 1/4 liter) pada tahun sebelumnya menjadi 92 sen dolar Amerika.
Banyak sejarahwan yang menyebutkan tahun tanpa musim panas ini sebagai motivasi utama untuk terbentuknya dengan segera pemukiman yang kini disebut sebagai Barat Tengah Amerika. Banyak penduduk New England yang tewas karena tahun itu, dan puluhan ribu lainnya berusaha mencari tanah yang lebih subur dan kondisi-kondisi pertanianyang lebih baik di Barat Tengah Hulu (saat itu merupakan Wilayah Barat Laut) (Sebuah contoh spesifik tentang hal ini adalah ketika keluarga Joseph Smith yang kemudian menjadi pendiri Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir pindah dari Sharon, Vermont ke Palmyra, New York di negara bagian New York yang jauh di barat setelah beberapa kali panen yang gagal.) Sementara hasil panen memang buruk selama beberapa tahun, pukulan yang terakhir terjadi pada 1815 dengan letusan Tambora.
Letusan Tambora ini juga menyebabkan Hongaria mengalami salju coklat. Italia mengalami sesuatu yang serupa, dengan salju merah yang jatuh sepanjang tahun. Hal ini diyakini disebabkan oleh debu vulkanik di atmosfer.
Gunung Dieng dan Anak Bajang. Dieng adalah kawasan pengunungan yang secara geografis berada di Kab Wonosobo, Kendal, Batang, Banjarnegara dan Temanggung Jateng ini sering disebut-sebut sebagai kediaman para dewa dengan banyaknya gugusan candi konon mencapai sekitar 200 buah yang dibangun pada masa yang berbeda yakni antara abad 7-13 Masehi. Selain itu, Dieng terkenal dengan legenda misteri Anak Bajang, yakni anak-anak berambut gimbal. Dimana secara ilmiah masih belum dapat dibuktikan apa penyebabnya. Banyak versi yang menyebutkan tentang Anak Bajang ini. yang jelas masyarakat mempercayai bahwa Anak Bajang adalah anak yang memilihi keluwihan, dan dinggap sebagai berkah serta memiliki status sosial yang istimewa karena dianggap sebagai titisan Kyai Kaladete, seorang sakti madraguna yang selalu membela wong cilik yang hidup pada masa kejayaan Mataram.
Dieng, yang berarti edi tur aengsi (tempat yang indah). Apalagi kalau dilihat dari puncak gunung, pemandangan dari sana terlihat sangat indah.
Dieng juga berarti tempat para dewa.
Menurut Ki Rusmanto(58), kuncen Pertapan Mandala Sari, yang di nobatkan oleh Eyang Begawan Sampurno Jati. Dieng adalah tempat bersemayamnya para dewa, dan sampai sekarang pun masih bersemayam disini. “Saya yakin bahwa para dewa masih bersemayam disini, pertapan ini adalah keratonnya para dewa,” katanya.
Keberadaan keramat-keramat di Gunung Dieng, memiliki kaitan erat dengan kekuasaan gaib Segoro Kidul. “Ibu Ratu Segoro Kidul memberikan Amanat pada para leluhur yang ditugaskan di Gunung Dieng,” lanjutnya. Perjalanan spiritual di keramat-keramat Gunung Dieng mengandung makna kehidupan, pelajaran-pelajaran hidup tersirat di dalamnya, tinggal bagaimana kita yang memaknai. Keramat-keramat di Gunung Dieng memiliki nilai pendidikan spiritual.
“Semua keramat di Gunung Dieng mengandung pendidikan spiritual,” kata Ki Rusmanto,
Dimulai dari Bima Lukar yang merupakan sumber mata air Sungai Serayu, disini harus mandi jamas yang bertujuan untuk mengeluarkan “bronjong kamurkan” atau angkara murka. Membersihkan jiwa dan raga, ini dilakukan sebelum masuk ke Pertapan Mandala Sari. Di depan ada Telaga Warna, yang melambangkan nafsu yaitu empat nafsu kalau orang Jawa menyebutnya sedulur papat, (amarah, aluamah, supiah dan mutmainah). Kelima pancer yang dianut dari empat saudara itu. Sehingga sedulur papat harus menyatu atau manunggal, jangan sampai pisah apalagi jalan sendiri-sendiri.
“Disini ada Goa Jaran, Jaran itu nafsu, jadi nafsu ke empat tadi harus dikendalikan ke arah yang putih. Sehingga, disitu jumeneng Eyang Resi Kendali Seto atau yang mengendalikan nafsu.”
Telaga pengilon (cermin), manusia harus berkaca, introspeksi diri, jangan suka menyalahkan orang lain tapi kita sudah benar apa belum? Kalau kita sudah benar pun juga tidak boleh mengatakan benar. Membenarkan diri adalah prilaku yang kurang baik.
Setelah itu baru bisa masuk ke Goa Semar, Goa berarti ghugu marang pitulungku, Semar’ ojo samar wong urip ono sing nguripi. Gusti Inkang Maha Suci Sumarah Purbange Sang Murbeng dzat, olo becik dadi sandangane alam mboten saget dirubah. Baik dan buruk adalah kelengkapan alam, tidak bisa dirubah tetapi tinggal bagaimana mengendalikannya. Jadi yang nafsu jelek itu bisa dikendalikan atau tidak.
“Kemudian Goa Sumur, disitu ada banyu panguripan (tirto kamandanu) bagi orang yang percaya pada warisan leluhur, air itu bisa bermanfaat untuk pengobatan, penglaris, dll,” kata Ki Rusmanto.
Misalnya Kawah Sikidang, kidang (rusa) itu jalannya lompat-lompat dan makannya pupus daun, memiliki magna bahwa cita-cita atau keinginan boleh setinggi langit tapi “Sumarah purbaning gusti, mupus panduming gusti” berserah pada Tuhan, karena semua kuasanya Gusti Alloh.
Makanya harus masuk Kawah Sileri yang magnanya, orang hidup tidak boleh melanggar wewelering (aturan) urip yang empat perkara.
1. Melanggar wewelering rumah tangga.
2. Melanggar wewelering masyarakat.
3. Melanggar wewelering negara.
4. Melanggar wewelering Gusti Inkang Maha Suci, Alloh SWT.
Setelah itu masuk Kawah Candradimuka, kalau semua di jalankan dengan baik, keinginan atau cita-cita ya jangan sampai di tunda-tunda. Condro iku wulan, muko iku ngarep yo ojo ditunda nganti wulan-wulan. Makanya ada Jala Tunda, keinginan yang baik jangan ditunda-tunda. “Apa yang diinginkan supaya cepat kesampaian dan tidak tertunda-tunda,” kata Ki Rusmanto. Itu tatanan alam yang ada disini mengandung nilai pendidikan spiritual yang harus dihayati semua umat berbudaya.
Eyang Purbowaseso, yang menentukan diterima tidaknya permintaan ke para leluhur.
“Sebagai orang tua, harus memberikan wawasan untuk anak-anak supaya nanti dapat memahami dan mengetahui tatanan budaya Nusantara yang sebenarnya,” tuturnya. Sebab jaman akan berubah, kembali lagi pada tatanan budaya. Nanti setelah tahun 2011, harus sudah berjalan tatanan budaya Nusantara, adat istiadat, budaya, warisan.
Bangsa Indonesia akan mengalami kejayaan apabila mau kembali pada tatanan budaya, agama yang berbudaya itu, tidak meninggalkan adat istiadat warisan leluhur. Silahkan beragama apapun yang disahkan oleh negara, tapi kebudayaan harus tetap di pertahankan keberadaannya.
“Kalau tidak mau kembali pada tatanan budaya Nusantara, akan tersingkir oleh Revolusi Alam, tahun 2009 akan terjadi huru-hara yaitu perang politik dan perang gaib,” kata Ki Rusmanto. “Perang gaib, kawulanya Ibu Ratu Kidul sudah mulai kerja, mulai mengambil orang-orang jahat yang tidak kena jeratan hukum, dengan revolusi alam lewat karma pala, ” lanjutnya.
Setelah itu Indonesia akan mengalami kejayaan, Dunia akan berpaling ke Indonesia setelah Pancasila diamalkan oleh bangsa Indonesia secara murni dan konsekuen. Karena pancasila merupakan jatidiri bangsa warisan leluhur.
Dieng sangat erat kaitannya dengan Ratu Kidul, setiap kali menjalankan peringatan adat rambut gembel, kalau sudah diruwat dipotong kemudian rambut gembel akan dilarung di Telaga Warna. “Lha itu hubungannya Telaga Warna dengan Ibu Ratu Kidul, untuk umum larungan di Sungai Serayu yang mengalir ke Segoro Kidul.” Demikian “Yang menitipkan rambut gembel untuk anak-anak daerah Wonosobo, Banjar Negara, Temanggung, ya utusan Ibu Ratu Kidul,” tuturnya. Gembel untuk anaknya seneng, tapi bagi orang tuanya diberi sesuker, tanggung jawab karena anak yang diberi gembel nantinya mesti diruwat.
“Tapi anaknya kan seneng, anak gembel itu minta kadangan apa yang diminta eyangnya lha itu nanti dituruti permintaannya,” kata Ki Rusmanto. Gembel tidak dibuat, karena itu titipan dari Kyai Tumenggung Kala Dete yang artinya, Kala itu waktu, Dete itu kosong. Jadi ketika itu Eyang Tumenggung Kala Dete naik ke Dieng masih dalam keadaan kosong, belum ada penghuninya. Kemudian muswo di Gunung Kendil, di Pesanggrahan Giri Kala Wacana di Gunung Kendil, yang menitipkan sesuker di Gunung Dieng yang disebut gembel. “Proses datangnya gembel biasanya anak itu akan panas (sakit) sampai tujuh kali, tidak perlu di obati nanti kalau gembelnya jadi ya sembuh sendiri,” tuturnya. Biasanya mulai umur dua sampai tiga tahun, baru ada proses gembel.
Candi Pandawa Lima.
Candi Pandawa Lima, peninggalan jaman Kalingga sekitar abad VIII. Dibangun sekitar tahun 732 M. Candi-candi itu dulunya merupakan makam para raja waktu itu, kemudian menjadi tempat sembahyang umat Hindu.
Pandawa Lima adalah para kesatria di jaman Mahabarata, putra Pandu Dewanata yang memiliki watak kesatria. Pandawa Lima menjadi figur kebajikan, juga menjadi contoh bagi para pemimpin dan harapan bagi orang tua kepada anak-anaknya.
Bagi masyarakat Jawa, tokoh pandawa sudah tidak asing lagi. Namun, entah dengan anak-anak sekarang apakah ada pengenalan tentang tokoh-tokoh kesatria ini ditengah maraknya jagoan-jagoan dalam film kartun yang di Import dari luar.
Para tokoh pandawa antara lain.
1. Puntadewa, memiliki watak pendiam, bijaksana dan sedikit bicara. selalu mendekatkan diri pada Sang Pencipta. Melambangkan sifat keTuhanan.
2. Werkudara (Bimo), memiliki postur yang besar, keberaniannya menghadapi apapun menjadi figur keTeguhan dalam mempertahankan prinsip dan nilai-nilai dasar kehidupan. Karena keteguhannya sehingga mampu mencapai keIklasan tertinggi seperti dalam kisah pewayangan, ketika Werkudara yang bertekad menolong Pandu dari dasar neraka atau Kawah Candradimuka.
3. Arjuna, memiliki kepiawaian, kecerdasan dan kecakapan. Sehingga, selalu menang dalam setiap pertandingan dan sayembara. Melambangkan seorang yang memiliki Pendidikan dan Intelektual yang tinggi dan menggunakannya dalam kebajikan.
4. Nakula, memiliki sifat welas asih, serta kasih sayang pada sesama.
5. Sadewa, melambangkan sifat Loyalitas, Sadewa juga mendapatkan nama Sudhamala yang artinya bersih dari dosa dan pasrah pada kehendak Yang Maha Kuasa.
Sangiran : Tambang Fosil Manusia Purba. Kawasan Sangiran adalah berada di Kabupaten Sragen sebelah barat laut. Sangiran sendiri mulai digunakan sebagai salah satu “tambang” fosil adalah setelah kedatangan Eugene Dubois (ahli anatomi Belanda) pada1893 yang datang ke Sangiran karena diilhami oleh lukisan karya-karya Raden Saleh tentang Sangiran. Sangiran kemudian dikenal sebagai tambang fosil manusia purba dengan ditemukannya hampir 60% jumlah manusia purba yang ditemukan di Indonesia.
Darimanakah manusia berasal…?? Suku Maori (suku asli Selandia Baru) menganggap dahulu langit dan bumi menyatu. Semesta diselimuti gelap gulita. Manusia adalah hasil dari pemisahan langit dan bumi karena ulah putra bumi dan langit yang menginginkan cahaya dan mengerahkan kekuatannya untuk memisahkan ayah dan ibunya. Sehingga manusia yang tadinya berada di dalam kegelapan mulai terlihat. Sementara dalam dongeng Jerman, dewa langit dan dewa lainnya suatu hari sedang berjalan-jalan di tepi pantai. Pada suatu gundukan pasir mereka melihat dua buah pohon dan merubahnya menjadi manusia.
Lalu ketika zaman berganti, muncul pula Darwin dengan teori evolusi yang mengatakan manusia berasal dari kera. Teori ini perlahan mulai diterima manusia. Banyak orang berpendapat manusia adalah hasil dari suatu perubahan genetik selama berjuta-juta tahun dari suatu sosok makhluk hidup yang bernama kera.
Namun sama halnya dengan dongeng-dongeng yang diceritakan pada awal kisah tadi, orang-orang mulai bertanya, darimanakah atau dimanakah tepatnya awal dari proses evolusi itu terjadi…?
Manusia dari Eropa..?
Pilot Chesley
Di abad-abad terakhir ini, orang beranggapan, benua Eropa adalah tempat berasalnya manusia. Hal ini bukannya tidak beralasan. Di eropa bagian barat banyak ditemui tempat-tempat peninggalan prasejarah. Di kurun waktu 1823 hingga 1925 ada sekitar 116 peristiwa penemuan tulang belulang manusia purba. Di antaranya ada ditemukan tulang kera yang berubah menuju bentuk manusia. Namun tetap aja, itu tulang-tulang kera. Sementara sisa-sisa zaman batu (telah melewati masa evolusi), kurang lebih ada 236 peristiwa penemuan di seluruh Eropa.
Lalu di Prancis pada tahun 1856, ditemukan fosil manusia kera. Fosil itu dianggap sebagai fosil terlama yang ditemukan di masa itu. Maklumlah, saat itu riset yang dilakukan di Asia dan Afrika belum memberikan hasil yang maksimal. Jadi, bisa disimpulkan, Eropa lah tempat awal terjadinya proses evolusi itu. Apalagi para ilmuwan di Eropa saat itu tampaknya lebih memilih tempat tinggalnya sebagai tempat asal muasal manusia dan mengenyampingkan kemungkinan-kemungkinan geografis benua lain yang mungkin lebih unggul seperti Asia dan Afrika.
Eugene Dubois
Eugene Dubois
Namun pada akhir abad 19, seorang berkebangsaan Belanda bernama Eugene Dubois (1858-1940), berhasil menghadirkan penemuan yang luarbiasa di sini, di Indonesia. Eugene dan penemuannya adalah orang yang pertamakali menentang teori manusia pertama berasal dari Eropa.
Eugene Dubois adalah seorang dokter penganut setia teori evolusi milik Darwin. Dokter muda ini memiliki semangat luarbiasa hingga mampu menutupi (lebih tepatnya menemukan) kekosongan proses evolusi antara kera ke manusia. Ia percaya di Asia pasti ditemukan fosil yang lebih tua dari eropa.
Pada tahun 1887 dengan hati yang menggebu-gebu dokter Belanda ini datang ke pulau Jawa. Eugene bekerja pada sebuah rumah sakit. Pada waktu senggang ia tak segan-segan merogoh koceknya untuk menyewa 50 orang tahanan pribumi dan bersama-sama berjalan menyusuri tepi kiri dan kanan Bengawan Solo sambil meneliti lokasi potensial yang mungkin menyimpan tulang belulang manusia purba.
Siapa menyangka, pekerjaan yang nyaris tak mungkin itu membuahkan hasil. Dokter muda yang basicnya bukan seorang arkeolog ini, mendapatkan hasil yang menggemparkan dunia. Suatu hari di tahun 1890 di suatu lokasi di sekitar Bengawan Solo (daerah Sangiran), Eugene dan teman-temannya menemukan sepotong kerangka rahang atau geraham manusia purbakala.
Kemudian setahun berikutnya (1891) di kampung Trinil-Solo, mereka kembali menemukan batok kepala atau tengkorak manusia purbakala yang mencirikan kera. Selanjutnya di tahun 1892, kelompok Eugene menemukan tulang kaki manusia purba yang mirip kaki manusia modern. Dari bentuk tulang kaki itu, bisa disimpulkan pemilik tulang tersebut sudah bisa berjalan dengan kedua kakinya.
Setelah penemuan-penemuan itu Eugene mengambil kesimpulan, tengkorak atau batok kepala dan kaki itu adalah milik satu orang yang sama. Dan orang itu adalah nenek moyang dari manusia yang ada sekarang. Dengan kata lain, tulang belulang dari pertengahan mata rantai teori evolusi milik Darwin.
Pada tahun 1894 Eugene Dubois membuat semacam makalah yang berisi laporan hasil penelitiannya. Ia menamakan fosil itu sebagai “manusia kera yang berdiri” atau manusia Jawa. Belakangan, dunia arkeolog menyebutnya dengan Pithecanthropus Erectus. Setelah penemuan itu dipublikasikan, timbullah pertentangan yang hebat di kalangan para ilmuwan di masa itu. Teori manusia berasal dari daratan Eropa yang selama ini membuai para ilmuwan, seakan terbantah oleh penemuan yang luarbiasa dari Eugene Dubois.
Para ilmuwan yang mendukung teori manusia dari Eropa dibuat gelisah dan tak bisa duduk dengan tenang. Mereka pun menyatakan tidak percaya dengan penemuan Eugene dan mencurigainya. Beberapa di antara para ilmuwan malah berasumsi bahwa fosil yang ditemukan Eugene di Indonesia adalah sepotong tulang dari kera atau hewan sejenis. Sedangkan yang lainnya menganggap fosil itu adalah tulang belulang manusia cacat. Sayangnya, selain manusia Jawa temuan Eugene, tidak ada penemuan lain di benua Asia maupun benua Afrika. Akibatnya, di tengah kerasnya bantahan para ilmuwan Eropa, laporan Eugene lenyap. Sehingga teori yang dilontarkan Eugene hilang selama kurang lebih 30 tahun lebih.
Namun ternyata waktu juga yang berhasil menghalau kabut yang menutupi kebenaran teori Eugene. Seiring memasuki abad 20, makin banyak terjadi penemuan fosil manusia purba di sekitar kawasan tempat Eugene Dubois melakukan penggalian. Akhirnya, teori yang menyatakan manusia berasal dari Eropa, hanya tinggal cerita dongeng saja. Manusia Jawa yang diperkirakan hidup antara 700.000 hingga 1.200.000 tahun lalu, akhirnya diakui sebagai penemuan manusia purba yang berusia paling tua. Jerih payah Eugene Dubois dinilai sangat bermanfaat bagi perkembangan ilmu Arkeologi. Namanya serta penemuannya yang spektakuler, dicantumkan dalam buku sejarah.
Mungkin dalam dunia scient, orang beranggapan Afrika adalah daratan yang tertua. Namun penemuan Eugene dan teman-temannya di Indonesia, layak dihormati. Lagipula, belum ada penemuan sekaliber Eugene Dubois di Afrika hingga saat ini.
(berbagai sumber)
Sangiran, Gudang Fosil Purbakala Kelas Dunia
Sangiran, Surga Arkeologi
Sangiran adalah situs warisan dunia. Tidak ada yang dapat menyangkal hal itu. Di mata orang awam, Sangiran memang tidak sekondang Borobudur. Sebab utamanya berpulang ke daya tarik visual. Orang yang Borobudur sudah memenuhi benaknya dengan bayangan hal-hal aneh, megah atau menakjubkan. Sesampai di tujuan yang mereka lihat mungkin berbeda namun tidak berselisih jauh dari bayangan.
Calon pengunjung Sangiran dengan isi kepala serupa pasti akan kecewa. Peminat kepurbakalaan (utamanya pelajar-mahasiswa) pun kerap melihat situs yang namanya perkasa di peta evolusi ini ‘lebih ramai cerita ketimbang pentasnya’. Namun, tak dapat dipungkiri, tempat ini adalah gudangnya fosil purbakala sejak penemuan Eugene Dubois. Temuan fosil di situs Sangiran memiliki arti signifikan dalam perkembangan ilmu pengetahuan.
Tapi jangan lupa, khususnya bagi Indonesia, ilmu yang membahas fosil-fosil itu kurang populer. Untuk mudahnya, bukan ilmu yang bisa (langsung) menghasilkan uang. Mayoritas dari kita, diakui atau tidak, bersekolah untuk mendapat pekerjaan, demi mengasapi dapur dan syukur-syukur bisa mengubah nasib. Bidang studi yang dijubeli calon mahasiswa hingga hari ini belum bergeser dari teknik, kedokteran, ekonomi dan hukum. Akibatnya apresiasi bagi situs Sangiran hanya sekadarnya.
Sangiran terletak 20-an km di utara Solo. Cara termudah untuk mengunjungi museum Sangiran adalah dengan naik sepeda motor. Bila memakai angkutan umum, dari terminal Tirtonadi, Solo, orang bisa naik bis jurusan Purwodadi (bis besar) atau Gemolong (bis 3/4). Bilang pada awak bis untuk turun di Kalijambe, di pertigaan ke Sangiran. Dari pertigaan ke museum dengan ojek.
Museum Sangiran dilengkapi dengan gedung pertunjukkan. Bila kuota peminat tercukupi, VCD “The Foot Print of Fore Fathers” akan diputar. Tayangan berdurasi 20 menit itu padat informasi. Pembentukan kubah Sangiran karena aktivitas Gunung Lawu purba, pelapukan karena hujan, terkelupasnya lapisan tanah, tereksposnya fosil, muncul berturut-turut di layar.
Di bagian kedua ada episode keluarga Pithecanthropus memburu Stegodon Trigonochepalus (gajah purba berkepala bentuk segitiga). Antara nonton VCD dan kunjungan ke museum mestinya satu paket. Urutannya pun tak boleh di balik. Menikmati VCD di sini untuk mengasah apresiasi. Setelah itu, sembari mengamati fosil-fosil di balik etalase, imajinasi akan lebih hidup(Harian : Global)
Ratu Laut Selatan : Fakta dan Fiksi. Semua orang pasti tahu legenda Kanjeng Ratu Kidul ini. Namun ada yang mengagetkan ternyata Ratu Laut Kidul ini berasal dari Batak. Bukan dari Jawa. Ini yang diungkapkan oleh Boru Tumorang seorang Batak Samosir yang berdialog dengan Raja batak dan Nyi Roro Kidul. Benarkah????
Menurut legenda tanah Sunda, Nyai Loro Kidul adalah putri terkasih dari prabu Siliwangi yang bernama Lara Kadita. Karena ke-iri hatian selir-selir prabu Siliwangi akibat kecantikan Lara Kadita, mereka telah menenung sang putri sehingga menderita penyakit kulit yang berbau dan tidak ada obatnya. ~ singkat cerita akibat terusir karena sakitnya ini, sang putri akhirnya bertapa di pantai Karang Hau dan mendapatkan wahyu untuk menerjunkan diri ke Laut Selatan agar menjadi pulih dan sakti.
Sang Penguasa Laut Selatan ini memiliki nama yang berlain-lain, ada yang menyebutnya sebagai Ratu Kidul (Kanjeng Ratu Kidul) Loro/rara Kidul, dll.
Sering diilustrasikan sebagai putri yang cantik jelita ada pula yang mengilustrasikannya sebagai Naga atau berbadan setengah ular (dalam wujud ini sering di sebut sebagai Nyai Blorong).
Kekuatannya dianggap sebagai penyeimbang kosmos (unsur laut) dan (khususnya) penyelengara kesejahteraan bagi masyarakat nelayan ~ sehingga tidaklah mengherankan jika hingga saat ini kita masih dapat menemukan sisa-sisa "penghormatan" kepadanya.
Setelah berakhirnya masa Hindu di Nusantara, peran Sang Penguasa Laut Selatan bergeser bahkan sering diidentikan sebagai Raja/Ratunya siluman laut selatan yang gemar mencederai bahkan meminta kurban jiwa ~ juga haus sex.
Hingga akhirnya Sultan Agung kembali mengangkat mitos kekuatan supranatural laut selatan ini dengan secara simbolis menikahi sang ratu. Kemudian penghormatan kepada loro kidul kembali pada porsi semula (paling tidak untuk masyarakat jogya)
Demikian sekilas kisah legenda Kanjeng Ratu Kidul menurut referensi yang ada. Kalau di lihat dari penokohan yang ada diperkirakan cerita ini dilatar belakangi pada masa kerajaan Pajajaran (akhir keemasan Majapahit).
Namun dari refensi lain (babad tanah jawi) dikatakan bahwa Jaka Sesuruh (Raden Wijaya) mendapatkan wisik dari "penguasa Laut Selatan" ~ saat itu belum bernama; agar pergi dari kerajaan Sunda menuju timur dan mendirikan kerajaan baru di tarik yang benyak buah maja nya. (dari referensi ini terlihat bahwa eksistensi penguasa laut selatan jauh lebih tua dari Majapahit itu sendiri).
Sedangkan di Bali, kekuatan nya dipercaya sebagai pelebur atman karenanya dengan memenjarakan dan membatasi ruang gerak kekuatan Calon Arang yang maha sakti ini di Nusa Penida yang dikelilingi oleh laut selatan maka pengaruh sihir Calon Arang di tanah Bali dapat diredam.
wihans.web.id [Fenomena] & [Mistis] : Siapakah sesungguhnya Kanjeng Ratu Kidul itu? Benarkah ada dalam kesungguhannya, ataukah hanya dikenal dalam dongeng saja?
Pertanyaan ini pantas timbul, karena Kanjeng Ratu Kidul termasuk makhluk halus. Hidupnya di alam limunan (gaib), dansukar untuk dibuktikan dengan nyata. Pada umumnya oarang mengenalnya hanya dari tutur kata dan dari semua cerita atau kata orang ini, orang itu, bila dikumpulkan akan menjadi seperti berikut:
Menurut cerita umum, Kanjeng Ratu Kidul pada mudanya bernama Dewi Retna Suwida, seorang putri dari Pajajaran, anak Prabu Mundhingsari, dari istrinya yang bernama Dewi Sarwedi, cucu Sang Hyang Saranadi, cicit Raja siluman di Sigaluh.
Sang putri melarikan diri dari keraton dan bertapa di gunung Kombang. Selama bertapa ini sering nampak kekuatan gaibnya, dapat berganti rupa dari wanita menjadi pria atau sebaliknya. Sang putri wadat (tidak bersuami) dan menjadi ratu diantara makhluk halus seluruh pulau jawa. Istananya didasar samudra indonesia. Tidaklah mengherankan, karena sang putri memang mempunyai darah keturunan dari makhluk halus.
Diceritakan selanjutnya, bahwa setelah menjadi raru sang putri lalu mendapat julukan Kanjeng Ratu Kidul Kencanasari. Ada juga sementara orang yang menyebut Nyai Lara Kidul (di keraton surakarta sebutan Nyai Lara Kidul adalah untuk patihnya, bukan untuk Kanjeng Ratu Kidul sendiri). Malahan ada juga yang menyebutnya Nyira Kidul. Dan yang menyimpang lagi adalah: Bok Lara Mas Ratu Kidul. Kata “Lara” berasal dari “Rara”, yang berarti perawan (tidak kawin).
Dikisahkan, bahwa Dewi Retna Suwida yang cantiknya tanpa tanding itu menderita sakit budhug (lepra). Utuk mengobatinya harus mandi dan merendam diri didalam suatu telaga, di pinggir samudra. Konon pada suatu hari, tatkala akan membersihkan muka sang putri melihat bayangan mukanya di permukaan air. Terkejut karena melihat mukanya yang sudah rusak, sang putri lalu terjun kelaut dan tidak kembali lagi ke daratan, dan hilanglah sifat kemanusiaannya serta menjadi makhluk halus.
Ceritaa lain lagi menyebutkan bahwa sementara orang ada yang menamakannya Kanjeng Ratu Angin-angin. Sepanjang penelitian yang pernah dilakukan dapat disimpulakan bahwa Kanjeng Ratu Kidul tidaklah hanya menjadi ratu makhluk halus saja melainkan juga menjadi pujaan penduduk daerah pesisir pantai selatan, mulai darah Jogjakarta sampai dengan Banyuwangi.
Camat desa Paga menerangkan bahwa daerah pesisirnya mempunyai adat bersesaji ke samudra selatan untuk Nyi Rara Kidul. Sesajinya diatur didalam rumah kecil yang khusus dibuat untuk keperluan tersebut (sanggar). Juga pesisir selatan Lumajang setiap tahun mengadakan korban kambing untuknya dan orang pun banyak sekali yang datang.
Mr Welter, seorang warga belanda yang dahulu menjadi Wakil ketua Raad van Indie, menerangkan bahwa tatkala ia masih menjadi kontrolir di Kepanjen, pernah melihat upacara sesaji tahunan di Ngliyep, salah satu pesisir pantai selatan, Jawa timur, yang khusus diadakan untuk Nyai rara kidul. Ditunjukkannya gambar sebuah rumah kecil dengan bilik di dalamnya berisi tempat peraduan dengan sesaji punjungan untuk Nyai Rara Kidul.
Seorang perwira ALRI yang sering mengadakan latihan didaerah ngliyep menerangkan bahwa di pulau kecil sebelah timur ngliyep memang masih terdapat sebuah rumah kecil, tetapi kosong saja sekarang. Apakah rumah ini terlukis gambar Tuan Welter, belumlah dapat dipastikan.
Pengalaman seorang kenalan dari Malang menyebutkan bahwa pada tajun 1955 pernah ada serombongan oran-orang yang nenepi (pergi ke tempat-tempat sepi dan keramat) dipulau karang kecil, sebelah timur Ngliyep.
Seorang diantara mereka adalah gurunya. Dengan cara tanpa busana mereka bersemadi disitu. Apa yang kemudian terjadi ialah, bahwa sang guru mendapat kemben, tanpa diketahui dari siapa asalnya. Yang dapat diceritakannya ialah bahwa ia merasa melihat sebuah rumah emas yang lampunya bersinar-sinar terang sekali.
Dipacitan ada kepercayaan larangan untuk memakai pakaian berwarna hijau gadung (hijau lembayung), yang erat hubungannya dengan Nyai Rara Kidul. Bila ini dilanggar orang akan mendapat bencana. Ini di buktikan denga terjadinya suatu malapetaka yang menimpa suami-istri bangsa belanda beserta dua orang anaknya. Mereka bukan saja tidak percaya pada larangan tersebut, bahkan mengejek dan mencemoohkannya. Pergilah mereka kepantai dengan berpakaian serba hijau. Terjadilah sesuatu yang mengejutkan, karena tiba-tiba ombak besar datang dan dan kembalinya kelaut sambil menyambar keempat orang belanda tersebut.
Artikel 2
Di suatu masa, hiduplah seorang putri cantik bernama Kadita. Karena kecantikannya, ia pun dipanggil Dewi Srengenge yang berarti matahari yang indah. Dewi Srengenge adalah anak dari Raja Munding Wangi. Meskipun sang raja mempunyai seorang putri yang cantik, ia selalu bersedih karena sebenarnya ia selalu berharap mempunyai anak laki-laki. Raja pun kemudian menikah dengan Dewi Mutiara, dan mendapatkan putra dari perkimpoian tersebut. Maka, bahagialah sang raja.
Dewi Mutiara ingin agar kelak putranya itu menjadi raja, dan ia pun berusaha agar keinginannya itu terwujud. Kemudian Dewi Mutiara datang menghadap raja, dan meminta agar sang raja menyuruh putrinya pergi dari istana. Sudah tentu raja menolak. “Sangat menggelikan. Saya tidak akan membiarkan siapapun yang ingin bertindak kasar pada putriku”, kata Raja Munding Wangi. Mendengar jawaban itu, Dewi Mutiara pun tersenyum dan berkata manis sampai raja tidak marah lagi kepadanya. Tapi walaupun demikian, dia tetap berniat mewujudkan keinginannya itu.
Pada pagi harinya, sebelum matahari terbit, Dewi Mutiara mengutus pembantunya untuk memanggil seorang dukun. Dia ingin sang dukun mengutuk Kadita, anak tirinya. “Aku ingin tubuhnya yang cantik penuh dengan kudis dan gatal-gatal. Bila engkau berhasil, maka aku akan memberikan suatu imbalan yang tak pernah kau bayangkan sebelumnya.” Sang dukun menuruti perintah sang ratu. Pada malam harinya, tubuh Kadita telah dipenuhi dengan kudis dan gatal-gatal. Ketika dia terbangun, dia menyadari tubuhnya berbau busuk dan dipenuhi dengan bisul. Puteri yang cantik itu pun menangis dan tak tahu harus berbuat apa.
Ketika Raja mendengar kabar itu, beliau menjadi sangat sedih dan mengundang banyak tabib untuk menyembuhkan penyakit putrinya. Beliau sadar bahwa penyakit putrinya itu tidak wajar, seseorang pasti telah mengutuk atau mengguna-gunainya. Masalah pun menjadi semakin rumit ketika Ratu Dewi Mutiara memaksanya untuk mengusir puterinya. “Puterimu akan mendatangkan kesialan bagi seluruh negeri,” kata Dewi Mutiara. Karena Raja tidak menginginkan puterinya menjadi gunjingan di seluruh negeri, akhirnya beliau terpaksa menyetujui usul Ratu Mutiara untuk mengirim putrinya ke luar dari negeri itu.
Puteri yang malang itu pun pergi sendirian, tanpa tahu kemana harus pergi. Dia hampir tidak dapat menangis lagi. Dia memang memiliki hati yang mulia. Dia tidak menyimpan dendam kepada ibu tirinya, malahan ia selalu meminta agar Tuhan mendampinginya dalam menanggung penderitaan..
Hampir tujuh hari dan tujuh malam dia berjalan sampai akhirnya tiba di Samudera Selatan. Dia memandang samudera itu. Airnya bersih dan jernih, tidak seperti samudera lainnya yang airnya biru atau hijau. Dia melompat ke dalam air dan berenang. Tiba-tiba, ketika air Samudera Selatan itu menyentuh kulitnya, mukjizat terjadi. Bisulnya lenyap dan tak ada tanda-tanda bahwa dia pernah kudisan atau gatal-gatal. Malahan, dia menjadi lebih cantik daripada sebelumnya. Bukan hanya itu, kini dia memiliki kuasa untuk memerintah seisi Samudera Selatan. Kini ia menjadi seorang peri yang disebut Nyi Roro Kidul atau Ratu Pantai Samudera Selatan yang hidup selamanya.
Kanjeng Ratu Kidul = Ratna Suwinda
Tersebut dalam Babad Tanah Jawi (abad ke-19), seorang pangeran dari Kerajaan Pajajaran, Joko Suruh, bertemu dengan seorang pertapa yang memerintahkan agar dia menemukan Kerajaan Majapahit di Jawa Timur. Karena sang pertapa adalah seorang wanita muda yang cantik, Joko Suruh pun jatuh cinta kepadanya. Tapi sang pertapa yang ternyata merupakan bibi dari Joko Suruh, bernama Ratna Suwida, menolak cintanya. Ketika muda, Ratna Suwida mengasingkan diri untuk bertapa di sebuah bukit. Kemudian ia pergi ke pantai selatan Jawa dan menjadi penguasa spiritual di sana. Ia berkata kepada pangeran, jika keturunan pangeran menjadi penguasa di kerajaan yang terletak di dekat Gunung Merapi, ia akan menikahi seluruh penguasa secara bergantian.
Generasi selanjutnya, Panembahan Senopati, pendiri Kerajaan Mataram Ke-2, mengasingkan diri ke Pantai Selatan, untuk mengumpulkan seluruh energinya, dalam upaya mempersiapkan kampanye militer melawan kerajaan utara. Meditasinya menarik perhatian Kanjeng Ratu Kidul dan dia berjanji untuk membantunya. Selama tiga hari dan tiga malam dia mempelajari rahasia perang dan pemerintahan, dan intrik-intrik cinta di istana bawah airnya, hingga akhirnya muncul dari Laut Parangkusumo, kini Yogyakarta Selatan. Sejak saat itu, Ratu Kidul dilaporkan berhubungan erat dengan keturunan Senopati yang berkuasa, dan sesajian dipersembahkan untuknya di tempat ini setiap tahun melalui perwakilan istana Solo dan Yogyakarta.
Begitulah dua buah kisah atau legenda mengenai Kanjeng Ratu Kidul, atau Nyi Roro Kidul, atau Ratu Pantai Selatan. Versi pertama diambil dari buku Cerita Rakyat dari Yogyakarta dan versi yang kedua terdapat dalam Babad Tanah Jawi. Kedua cerita tersebut memang berbeda, tapi anda jangan bingung. Anda tidak perlu pusing memilih, mana dari keduanya yang paling benar. Cerita-cerita di atas hanyalah sebuah pengatar bagi tulisan selanjutnya.
Kanjeng Ratu Kidul dan Keraton Yogyakarta
Percayakah anda dengan cerita tentang Kanjeng Ratu Kidul, atau Nyi Roro Kidul, atau Ratu Pantai Selatan? Sebagian dari anda mungkin akan berkata TIDAK. Tapi coba tanyakan kepada mereka yang hidup dalam zaman atau lingkungan Keraton Yogyakarta. Mereka yakin dengan kebenaran cerita ini. Kebenaran akan cerita Kanjeng Ratu Kidul memang masih tetap menjadi polemik. Tapi terlepas dari polemik tersebut, ada sebuah fenomena yang nyata, bahwa mitos Ratu Kidul memang memiliki relevansi dengan eksistensi Keraton Yogyakarta. Hubungan antara Kanjeng Ratu Kidul dengan Keraton Yogyakarta paling tidak tercantum dalam Babad Tanah Jawi (cerita tentang kanjeng Ratu Kidul di atas, versi kedua). Hubungan seperti apa yang terjalin di antara keduanya?
Y. Argo Twikromo dalam bukunya berjudul Ratu Kidul menyebutkan bahwa masyarakat adalah sebuah komunitas tradisi yang mementingkan keharmonisan, keselarasan dan keseimbangan hidup. Karena hidup ini tidak terlepas dari lingkungan alam sekitar, maka memfungsikan dan memaknai lingkungan alam sangat penting dilakukan.
Sebagai sebuah hubungan komunikasi timbal balik dengan lingkungan yang menurut masyarakat Jawa mempunyai kekuatan yang lebih kuat, masih menurut Twikromo, maka penggunaan simbol pun sering diaktualisasikan. Jika dihubungkan dengan makhluk halus, maka Javanisme mengenal penguasa makhluk halus seperti penguasa Gunung Merapi, penguasa Gunung Lawu, Kayangan nDelpin, dan Laut Selatan. Penguasa Laut Selatan inilah yang oleh orang Jawa disebut Kanjeng Ratu Kidul. Keempat penguasa tersebut mengitari Kesultanan Yogyakarta. Dan untuk mencapai keharmonisan, keselarasan dan keseimbangan dalam masyarakat, maka raja harus mengadakan komunikasi dengan “makhluk-makhluk halus” tersebut.
Menurut Twikromo, bagi raja Jawa berkomunikasi dengan Ratu Kidul adalah sebagai salah satu kekuatan batin dalam mengelola negara. Sebagai kekuatan datan kasat mata (tak terlihat oleh mata), Kanjeng Ratu Kidul harus dimintai restu dalam kegiatan sehari-hari untuk mendapatkan keselamatan dan ketenteraman.
Kepercayaan terhadap Ratu Kidul ini diaktualisasikan dengan baik. Pada kegiatan labuhan misalnya, sebuah upacara tradisional keraton yang dilaksanakan di tepi laut di selatan Yogyakarta, yang diadakan tiap ulang tahun Sri Sultan Hamengkubuwono, menurut perhitungan tahun Saka (tahun Jawa). Upacara ini bertujuan untuk kesejahteraan sultan dan masyarakat Yogyakarta.
Kepercayaan terhadap Kanjeng Ratu Kidul juga diwujudkan lewat tari Bedaya Lambangsari dan Bedaya Semang yang diselenggarakan untuk menghormati serta memperingati Sang Ratu. Bukti lainnya adalah dengan didirikannya sebuah bangunan di Komplek Taman Sari (Istana di Bawah Air), sekitar 1 km sebelah barat Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, yang dinamakan Sumur Gumuling. Tempat ini diyakini sebagai tempat pertemuan sultan dengan Ratu Pantai Selatan, Kanjeng Ratu Kidul.
Penghayatan mitos Kanjeng Ratu Kidul tersebut tidak hanya diyakini dan dilaksanakan oleh pihak keraton saja, tapi juga oleh masyarakat pada umumnya di wilayah kesultanan. Salah satu buktinya adalah adanya kepercayaan bahwa jika orang hilang di Pantai Parangtritis, maka orang tersebut hilang karena “diambil” oleh sang Ratu.
Selain Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, mitos Kanjeng Ratu Kidul juga diyakini oleh saudara mereka, Keraton Surakarta Hadiningrat. Dalam Babad Tanah Jawi memang disebutkan bahwa Kanjeng Ratu Kidul pernah berjanji kepada Panembahan Senopati, penguasa pertama Kerajaan Mataram, untuk menjaga Kerajaan Mataram, para sultan, keluarga kerajaan, dan masyarakat dari malapetaka. Dan karena kedua keraton (Yogyakarta dan Surakarta) memiliki leluhur yang sama (Kerajaan Mataram), maka seperti halnya Keraton Yogyakarta, Keraton Surakarta juga melaksanakan berbagai bentuk penghayatan mereka kepada Kanjeng Ratu Kidul. Salah satunya adalah pementasan tari yang paling sakral di keraton, Bedoyo Ketawang, yang diselenggarakan setahun sekali pada saat peringatan hari penobatan para raja. Sembilan orang penari yang mengenakan pakaian tradisional pengantin Jawa mengundang Ratu Kidul untuk datang dan menikahi susuhunan, dan kabarnya sang Ratu kemudian secara gaib muncul dalam wujud penari kesepuluh yang nampak berkilauan.
Kepercayaan terhadap Ratu Kidul ternyata juga meluas sampai ke daerah Jawa Barat. Anda pasti pernah mendengar, bahwa ada sebuah kamar khusus (nomor 308) di lantai atas Samudera Beach Hotel, Pelabuhan Ratu, yang disajikan khusus untuk Ratu Kidul. Siapapun yang ingin bertemu dengan sang Ratu, bisa masuk ke ruangan ini, tapi harus melalui seorang perantara yang menyajikan persembahan buat sang Ratu. Pengkhususan kamar ini adalah salah satu simbol ‘gaib’ yang dipakai oleh mantan presiden Soekarno.
Sampai sekarang, di masa yang sangat modern ini, legenda Kanjeng Ratu Kidul, atau Nyi Roro Kidul, atau Ratu Pantai Selatan, adalah legenda yang paling spektakuler. Bahkan ketika anda membaca kisah ini, banyak orang dari Indonesia atau negara lain mengakui bahwa mereka telah bertemu ratu peri yang cantik mengenakan pakaian tradisional Jawa. Salah satu orang yang dikabarkan juga pernah menyaksikan secara langsung wujud sang Ratu adalah sang maestro pelukis Indonesia, (almarhum) Affandi. Pengalamannya itu kemudian ia tuangkan dalam sebuah lukisan.